Perancah Bangunan / Scaffolding

Anda pernah mendengar istilah Perancah Bangunan? Di dalam dunia konstruksi bangunan sering kita dengan tentang Perancah Bangunan. Dasar hukum maupun peraturan perundang-undangan Republik Indonesia yang mengatur tentang Perancah Bangunan yaitu sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja / Permenaker no. 1/MEN/1980 dan Surat Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum No. 174/MEN/1986 dan No. 104/KPTS/1986.

Pengetahuan Perancah Bangunan



Perancah atau scaffolding adalah pelataran kerja/platform yang dibuat sementara dan digunakan sebagai penyangga tenaga kerja, bahan-bahan/material dan peralatan kerja. Sifat pekerjaan perancah ada tempat ketinggian dari permukaan tanah atau lantai, karena sifat pekerjaan tersebut maka bahaya yang terjadi antara lain : Bahaya jatuh, Bahaya ketinggian, bahaya roboh, bahaya terperosok, dan lain-lain.

Pekerjaan perancah dijumpai pada perbaikan, perawatan instalasi, pesawat/peralatan pabrik/industry maupun pekerjaan-pekerjaan pada proyek-proyek konstruksi. Untuk memahami perancah, kita harus mengetahui bagian-bagian perancah itu.

Pengertian-pengertian yang lazim dalam pekerjaan perancah antara lain:


a. Tiang Vertical (standard / post)

Tiang tegak/vertical konstruksi perancah yang meneruskan beban dari pelataran kerja di landasan.

b. Batang memanjang (ledge)

Pipa mendatar yang mengikat tiang-tiang vertical secara memanjang.

c. Batang melintang (transom)

Pipa mendatar yang mengikat tiang-tiang vertical secara melintang.

d. Palang penguat (diagonal bracing)

Pipa silang yang mengikat tiang-tiang vertical sebagai penguat.

e. Pelataran kerja (platform)

Tempat yang dipergunakan para tenaga kerja untuk berdiri dalam melaksanakan kegiatan atau meletakkan bahan/peralatan.

f. Pagar pengaman (hand rail)

Pagar yang dipasang pada tepi pelataran kerja/platform.

g. Papan pengaman kaki (toe board)

Papan atau plat yang dipasang pada tepi pelataran kerja.

h. Plat landasan (base plate)

Landasan plat sebagai dudukan berdirinya tiang vertical.

i. Angkur (anchorage/wall coupling fixture)

Alat yang ditanamkan ke dinding/tembok bangunan dari konstruksi perancah.

j. Sepatu Perancah (fixed base fixture)

Alat pada ujung tiang vertical, menghubungkan landasan dengan tiang vertical.

k. Sambungan pin (Join Pin)

Alat sambung berbentuk pipa, menghubungkan antara tiang-tiang vertical.

l. Pengunci lengan (Arm Lock)

Alat pengunci yang menghubungkan dua frame vertical.

m. Tangga (Ladder)
Alat yang menghubungkan 2 (dua) tempat yang berbeda ketinggian untuk menaikkan dan menuruni.

n. Clamp bebas (Universal Clamp)
Alat pengikat perancah pipa ke segala arah.

o. Clamp siku-siku (Right Angle Clamp)
Alat pengikat perancah pipa secara siku-siku.

p. Braket (Bracet)
Konstruksi berbentuk siku pada perancah, penunjang siku yang berfungsi untuk mendukung lantai kerja diatasnya.

q. Jaring Pengaman (Protective net)
Jaring untuk perancah agar para pekerja atau orang-orang berada dibawahnya tidak kejatuhan benda-benda atau material.

r. Rangka (frame)
Tiang vertical berbentuk frame pada perancah frame.

s. Butt joint
Cara penyambungan tiang vertical pada perancah kayu, yaitu dengan menggunakan kayu tambahan sebagai penguat.

t. Jack Base
Sambungan berulir untuk menghubungkan tiang vertical dengan sepatu perancah.

u. Overlay point
Cara penyambungan tiang vertical secara langsung pada perancah kayu.

Pemeriksaan dan Pengujian Perancah / Scafolding (bagian 2)

Prinsip-prinsip dalam pemeriksaan (inspeksi) perancah bangunan.

Untuk memberikan pedoman di dalam memudahkan pelaksanaan inspeksi, maka hal-hal pokok yang harus diketahui adalah :


a. Jenis perancah yang dipakai

b. Bagian-bagian pokok perancah
c. Bagian-bagian perlengkapan
d. Pemakaian/penggunaan
c. Pembongkaran

Prinsip dari inspeksi tersebut di atas menujuk adanyak pemahaman dari seorang operator perancah akan :


a. Peraturan perundangan terkait,

b. Standard atau pedoman teknis,
c. Prosedur kerja yang aman,
d. Kemampuan membuat daftar periksa (checklist),
e. Menggunakan peralatan dan sarana pengaman lainnya yang diperlukan/dibutuhkan.

Bagian-bagian yang akan dilakukan pemeriksaan guna pemeriksaan perancah bangunan setelah selesai pemasangan yaitu:


a. Bagian pondasi


Pemeriksaan pada bagian pondasi meliputi:


1. Apakah landasan sebagai pondasi cukup kuat menahan beban dari atas?

2. Apakah perlu menggunakan papan pelapis atau tidak?
3. Apakah perlu perkerasan tanah untuk penguatan pondasi?

b. Bagian rangka/struktur

Pemeriksaan pada bagian rangka/struktur perancah meliputi :


1. Apakah posisi tegak lurus dari batang vertical (standard) sudah diukur?

2. Apakah posisi mendatarnya (secara horizontal) sudah benar-benar rata?
3. Apakah sudah dilengkapi atau dipasang penunjang untuk rangka/struktur perancah?
4. Apakah pengikat-pengikat (clamp) pada sambungan sudah cukup dan kuat?

c. Bagian lantai kerja (platform)

Pemeriksaan pada bagian lantai kerja/platform meliputi :


1. Apakah luas dari lantai kerja sudah memenuhi syarat?

2. Apakah papan-papan kayu atau lantai kerja yang menggunakan plat sudah terikat dengan kuat/terkunci?
3. Apakah papan-papan tersebut dalam kondisi yang baik?
4. Apakah papan lantai kerja sudah terpasang cukup rapat?
5. Apakah lantai kerja sudah dilengkapi dengan sandaran pengaman serta papan pengaman kaki?

d. Bagian jalan masuk ke lantai kerja


Pemeriksaan pada bagian jalan masuk menuju lantai kerja meliputi:


1. Apakah jalan masuk ke lantai kerja sudah tersedia?

2. Apakah jalan masuk ke lantai kerja sudah diikat dengan kuat/terkunci?
3. Apakah lantai kerja sudah terhindar dari peralatan dan material yang berserakan yang tidak terpakai atau tidak berguna?
4. Apakah telah tersedia tempat pemberhentian sementara (landing platform) bagi tenaga kerja untuk naik ke lantai kerja yang lebih tinggi?

e. Bagian paling atas dari bangunan perancah untuk pekerjaan yang lebih tinggi


Pemeriksaan pada bagian paling atas dari bangunan perancah meliputi:


1. Apakah lantai kerja paling atas sudah aman bagi tenaga kerja?

2. Apakah lantai kerja sudah dilengkapi dengan sandaran pengaman serta papan pengaman kaki?
3. Apakah sudah tersedia alat pengaman lainnya seperti safety belt maupun safety full body harnes yang harus digunakan oleh pekerja?
4. Apakah jalan masuk ke lantai kerja sudah tersedia?
5. Apakah sudah memperoleh izin dari pengawas lapangan?
6. Apakah lokasi (area) di bawah tempat kerja sudah dipasang pagar pengaman?
7. Apakah pekerjaan sudah dilakukan sesuai dengan persyaratan dalam ijin kerja?
8. Apakah ijin untuk tindakan keselamatan kerja juga tersedia?
9. Apakah lantai kerja (platform) bebas / terhindar dari material serta peralatan yang tidak terpakai?
10. Apakah menggunakan tali untuk menaikkan dan menurunkan peralatan atau bahan/material?
11. Apakah pekerjaan itu membahayakan orang lain disekitarnya?
12. Apakah ada orang lain yang dapat membahayakan bagi tenaga kerja (kelompok kerja)?
13. Apakah sudah tersedia tempat-tempat sampah/barang bekas di lokasi (area) tempat kerja?

Pengesahan


Setiap perancah yang digunakan atau dipakai harus memiliki pengesahan penggunaan perancah dari Kantor Dinas Tenaga Kerja setempat. Sebelum dikeluarkan pengesahan penggunaan, perancah harus dilakukan pemeriksaan dan pengujian terlebih dahulu oleh Pengawas Spesialis K3 Konstruksi dan dinyatakan baik/layak pakai.


a. Pemeriksaan Pertama


Pada waktu pertama kali perancah akan digunakan harus dilakukan pemeriksaan yang pertama. Pemeriksaan ini terdiri dari:


1. Pemeriksaan dokumen teknik

2. Pemeriksaan lapangan/visual terhadap fisik

b. Pemeriksaan Berkala


Pada masa penggunaan perancah terjadi hujan, angin dan gempa atau peristiwa lainnya harus dilakukan pemeriksaan lapangan/pemeriksaan secara langsung terhadap fisik perancah.



Pemeriksaan dan Pengujian Perancah / Scaffolding (Bagian 1)

Pemeriksaan dan pengujian adalah merupakan proses riksa dan uji secara otomatis terhadap keadaan fisik dari suatu objek konstruksi bangunan perancah. Pemeriksaan dan pengujian terhadap bangunan perancah dilaksanakan terhadap bagian-bagian kritis, dimana kemungkinan kecelakaan kerja bisa terjadi.

Tujuan dari pemeriksaan dan pengujian itu sendiri merupakan penilaian terhadap kelayakan dari kondisi perancah. Penilaian yang dimaksudkan sebagai penerapan dan pelaksanaan syarat-syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang meliputi:

a. Sumber Bahaya
Pada umumnya pekerjaan yang menggunakan perancah adalah pekerjaan yang berada pada tempat ketinggian berangin, panas matahari, dll.

b. Penyebab Kecelakaan
Konstruksi yang tidak kuat, roboh, terpeleset, terjatuh, tergencet, tertimpa bahan maupun material.

c. Akibat Kecelakaan
Akibat dari penggunaan perancah yang tidak aman  bisa membahayakan bagi tenaga kerja seperti bahaya terjatuh hingga meninggal dunia, luka berat, luka ringan, rusaknya perancah, tertimpa material yang lainnya.

d. Upaya Penanggulangan
Untuk meminimalisir resiko, konstruksi perancah harus aman, kokoh, stabil, adanya alat-alat pelindung diri yang disyaratkan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan (inspeksi) yaitu :

a. Setiap jenis perancah yang akan digunakan harus diperiksa sebelumnya oleh orang yang ahli/pengawas yang ahli untuk meyakinkan :

1. Bangunan perancah tersebut sudah dalam kondisi yang stabil,
2. Bahan-bahan yang dipakai untuk komponen serta perlengkapan perancah tidak mengalami kerusakan,
3. Sudah memenuhi syarat untuk digunakan,
4. Sudah diberi pengaman/alat-alat pengaman.

b. Perancah tersebut harus dilakukan pemeriksaan dalam kurun waktu

1. Sedikitnya seminggu sekali
2. Sesudah cuaca buruk atau adanya gangguan yang lainnya, atau juga perancah tersebut digunakan dalam masa pembangunan yang agak lama.

c. Setiap bagian perancah harus diperiksa sebelum dipasang dan digunakan

d. Perancah tidak boleh sebagian dibuka dan ditinggalkan terbuka, kecuali kalau hal itu tetap terjamin keselamatan bagi tenaga kerja.

e. Setiap bagian dari perancah harus dipelihara dengan baik sehingga tidak ada yang rusak dan tidak membahayakan sewaktu dipakai.

Manfaat JSA Yang Dibuat Secara Sistematis

Manfaat JSA yang dibuat secara sistematis
JSA yang dibuat dengan berbagai metode yang sudah kita bahas sebelumnya, maka kita akan memperoleh beberapa manfaat terhadap pelaksanaan pekerjaan. Dengan berfikir tentang bagaimana kita akan melakukan suatu pekerjaan, dengan menggunakan JSA yang sudah kita buat, kita dapat mengidentifikasi bahaya yang berhubungan dengan pekerjaan yang kita lakukan.
JSA yang
dibuat dengan proses analisa yang baik dapat menghasilkan :
  • Prosedur kerja baru yang lebih sistemik.
Hal ini dimungkinkan bila kita menjumpai proses pekerjaan yang belum pernah kita temui sebelumnya. Bisa terjadi oleh sebab adanya perubahan pekerjaan (perubahan gambar) atau karena kondisi tertentu.
  • Pembaharuan prosedur yang sudah ada.
Prosedur yang lama akan disempurnakan dengan analisa JSA yang baik.
  • Perubahan sebagian prosedur.
Dalam penerapannya, proses analisa sebelum pembuatan JSA yang akhirnya menghasilkan JSA bisa menimbulkan perubahan pada sebagian prosedur yang bisa berimbas pada efektifitas pekerjaan.
  • Perubahan kondisi.
  • Perubahan aktifitas pekerjaan.
Erat kaitannya dengan efektifitas dan efisiensi proses pekerjaan dengan tetap memperhatikan unsur keselamatan kerja
  • Pekerjaan yang lebih aman.
Keuntungan bagi perorangan dan juga perusahaan adalah menciptakan lingkungan kerja yang aman, mengurangi resiko kecelakaan, terlibat dalam proses kerja dan mengurangi biaya. 

Faktor Penyebab Unsafe Action

Faktor Unsafe Behavior/Unsafe Action

Unsafe Behavior/unsafe action berasal dari faktor pelaku pekerjaan, bisa itu oleh tenaga kerja, pengurus maupun pengawas, atau dari siapapun yang terlibat dalam suatu proses pekerjaan/kegiatan usaha di suatu tempat kerja. Terdapat beberapa faktor penyebab “unsafe behavior (unsafe action)”, diantaranya :

1.      Kurangnya pengetahuan dan keterampilan
Dalam hal ini faktor dari Sumber Daya Manusia yang terlibat, lebih spesifiknya yaitu orang yang disuruh untuk melakukan suatu pekerjaan tersebut tidak sesuai dengan pengetahuan dan atau keterampilan yang dimilikinya.

2.      Keterbatasan fisik pelakunya (bisa juga disebabkan/diistilahkan dengan “Cacat Fisik”)
Sebagai contoh : seseorang pekerja yang mengalami buta warna akan mengalami kendala bila berhadapan dengan “awareness/rambu-rambu” terhadap suatu bahaya. Dimana rambu-rambu sangat identik dengan warna. Warna tertentu digunakan untuk membedakan suatu kondisi serta penanganan yang berbeda pula.

3.      Keletihan dan Kelesuan
Faktor beban pekerjaan serta tuntutan hasil produksi sering menjadi faktor utama seorang pekerja untuk bekerja over time maupun melebihi batas kemampuan fisiknya sehingga seseorang pekerja tersebut kurang istirahat. Faktor penyebab lain bisa juga karena mengalami problem dalam rumah tangganya atau karena kebiasaan buruk seperti minum minuman beralkohol, dsb.

4.      Sikap dan tingkah laku
Dari ketiga faktor penyebab unsafe behavior/unsafe action diatas, faktor sikap dan tingkah laku merupakan penyumbang terbesar serta yang paling sulit dikendalikan. Hal ini karena berhubungan langsung dengan “habit” atau boleh dibilang disebabkan oleh faktor budaya dari seorang pekerja. Jika seseorang sudah terbiasa bekerja ceroboh, sembrono, tidak mengikuti instruksi, merasa sudah bisa, mengabaikan untuk menggunakan PPE/APD (Alat Pelindung Diri) akan sangat sulit untuk diingatkan, kecuali dengan pendekatan persuasif sehingga orang tersebut akan mulai menyadarinya.

Dari acuan tersebut di atas bahwa unsafe behavior adalah penyumbang terbesar terjadinya kecelakaan kerja, nah bagaimanakah cara mengurangi unsafe behavior? Baca selengkapnya di Cara Mengurangi Unsafe Behavior.

Contoh Unsafe Behavior

.

Berikut ini berbagai contoh Unsafe Behavior yang sering kita jumpai di tempat kerja. Mudah-mudahan dengan mengetahui berbagai contoh Unsafe Behavior ini kita dapat mengambil pelajaran sehingga kita mampu mengubahnya menjadi perilaku safety behavior.

Contoh Unsafe Behavior adalah :

1. Bekerja sambil menelepon,
2. Bekerja sambil bercanda,
3. Tidak menggunakan Alat Pelindung Diri sesuai dengan jenis pekerjaan maupun potensi bahayanya, sebagai contoh :

a. Masuk ke area proyek tidak menggunakan safety shoes,
b. Berada di area kerja tanpa menggunakan safety helmet,
c. Bekerja di ketinggian tidak menggunakan safety body harness,
d. Mengoperasikan mesin gerinda tidak menggunakan safety gloves, face shield maupun appron,
e. Menghandling benda yang bersifat kasar tanpa menggunakan sarung tangan,
f. Pada pekerjaan listrik, tidak menggunakan alat pelindung diri berupa rubber gloves maupun safety shoes yang sesuai,
g. Pada pekerjaan yang bersinggungan langsung dengan bahan kimia, tidak menggunakan alat pelindung diri berupa masker gas, baju khusus, maupun rubber gloves,

4. Alat berat dioperasikan oleh orang/operator yang tidak memiliki SIO (Surat Ijin Operasi),
5. Tidak melakukan komunikasi yang baik dalam melakukan aktifitas pekerjaan,
6. Memodifikasi alat bantu kerja tanpa memperhatikan aspek safety,
7. Membawa beban berat tanpa menggunakan alat bantu,
8. Menaruh bejana tekan (tabung oksigen) dengan posisi tidak terikat,
9. Membuang sampah tidak pada tempatnya,
10. Merokok di dalam ruang produksi dan di area mudah terbakar,
11. Tidak melakukan penataan alat kerja ketika selesai melakukan pekerjaan.

Itulah beberapa contoh tindakan unsafe condition. Mudah-mudahan dengan mengerti sedikit contoh tindakan unsafe action tersebut, kita dapat menghindarinya ketika sedang melakukan pekerjaan kita.

Contoh Perilaku Safety

Contoh Safety Behavior

Berikut berbagai contoh tindakan safety behavior yang bisa kita terapkan pada tempat kerja kita masing-masing.

1.      Melakukan pekerjaan welding dengan menggunakan PPE yang lengkap dan dilakukan oleh welder yang certified,
2.      Tempatkan dan rapikan alat kerja pada tempatnya setelah bekerja,
3.      Tempatkan botol bertekanan dan selangnya serta diikat kuat,
4.      Tempatkan material sesuai racknya dan buang scrap atau limbah sisa pekerjaan pada tempat yang ditentukan,
5.      Menempatkan tangga pada tempatnya setelah digunakan,
6.      Menggunakan PPE dan alat lainnya yang sesuai dengan pekerjaan,
7.      Mengangkat benda secara ergonomis,
8.      Menyingkirkan benda yang berpotensi menimbulkan unsafe condition pada area kerja, seperti menyingkirkan sisa-sisa paku yang berserakan dilantai.

Demikian beberapa contoh kecil safety behavior yang bisa kita temui di area kerja proyek/pekerjaan konstruksi.
Your left Slidebar content. -->